Oleh: A. Qomarudin
PENDAHULUAN
Wahyu pertama
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah surat al-Alaq ayat 1-5, yang
kandungan isinya menjelaskan tentang pentingnya membaca. Selain itu, al-Quran
sebagai pedoman kehidupan manusia secara bahasa bermakna bacaan. Ditegaskan
pula dalam penyampaian dakwah Nabi di Makkah dan Madinah selalu menganjurkan
para sahabat untuk baca tulis, dan
dalam sejarah perang badar disampaikan bahwa
para tawanan dibebaskan dengan syarat mau mengajarkan baca tulis kepada kaum
muslimin. Demikian pentingnya baca tulis dalam berbagai hal, baik dalam kajian
sejarah, ilmu pengetahuan, budaya, peradaban ataupun yang lainnya.
Dalam hal ini
sangat diperlukan langkah dalam mengkaji (membaca dan menulis kembali) khazanah
(naskah kuno) yang telah diukirkan oleh umat manusia pada zaman dulu. Terlebih
dalam agama Islam yang menjadikan al-Quran sebagai kitab suci yang memiliki
sejarah panjang, maka sangat dianjurkan untuk mengkaji sejarah perjalanan
naskah-naskah yang pada awalnya hanya ditulis dengan menggunakan media yang
masih terbatas, seperti pelepah kurma, kulit binatang, kulit kayu, atau lontar
(pohon palem yang daunnya dapat ditulisi). Maka peninggalan berupa naskah kuno
merupakan bagian penting dalam kajian suatu peradaban atau kebudayaan, tak
terkecuali kajian keislaman. Tentu sangat disayangkan apabila ribuan naskah
yang telah dihasilkan oleh suatu kebudayaan zaman dahulu tidak digali lebih
lanjut sebagai sumber kajian dalam mempelajari kebudayaan yang bersangkutan.
Hal ini dikarenakan pengetahuan tentang suatu kaum (peradaban) dapat dilihat
dari karya yang dihasilkan oleh kaum tersebut.
Dalam mengkaji
naskah-naskah kuno sangat diperlukan pemahaman yang cukup dalam disiplin
pendekatan filologi, yang merupakan ilmu bahasa dan dimaksudkan sebagai kunci
pembuka untuk memasuki dan mengetahui serta memahami khazanah peradaban masa
lampau. Jadi tugas sederhana filologi adalah menelaah dan menyunting naskah
untuk dapat mengetahui isinya, dan cabang ilmu ini memang belum banyak dikenal
oleh masyarakat luas, khususnya Islam. Hal ini mengakibatkan kekayaan dan
warisan intelektual Islam menjadi terabaikan, padahal warisan intelektual yang
berupa karya tulis sangat banyak. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas sedikit
tentang pendekatan filologi agar khazanah peninggalan berupa naskah-naskah kuno
dapat dipelajari secara maksimal.
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Filologi
Dalam
buku Nabilah Lubis mengutip dari Sulastin Sutrisno mengatakan bahwa filologi
berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu kata “philos” yang berarti
‘cinta’ dan “logos” diartikan “kata”. Pada kata “filologi” kedua kata
itu secara harfiyah membentuk arti “cinta kata-kata” atau “senang bertutur”.
Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”.
Sedangkan dalam bahasa Arab, filologi adalah ilmu tahqiq an-nushush (penelitian
untuk mengetahui hakikat suatu tulisan).[1]
Filologi
sebagai sebuah istilah telah dikenal sejak abad ke 3 sebelum masehi oleh
sekelompok ilmuan di Iskandariah. Mereka meneliti teks-teks lama dari bahasa
Yunani dengan tujuan menemukan bentuknya yang asli dan bebas dari kesalahan
penulisan serta mengetahui tujuan penulisnya. Dari kegiatan ini dapat diketahui
pentingnya pengkajian secara mendalam terhadap bahasa dan kebudayaan yang
melatar belakangi lahirnya teks. Kegiata filologi yang menitikberatkan pada
bacaan yang salah ini disebut dengan filologi tradisional. Kemudian
istilah filologi dipakai sebagai sastra ilmiah, ketika teks-teks yang dikaji
berupa sastra yang bernilai tinggi, seperti karya Yunani kuno. Selanjutnya
istilah filologi digunakan untuk menyebut studi bahasa dan ilmu bahasa (linguistik).
Karena pentingnya peranan bahasa dalam mengkaji teks sehingga kajian utamanya
adalah bahasa, dan terutama bahasa teks-teks yang lama. Sedangkan istilah
filologi dalam arti studi teks adalah suatu studi yang melakukan penelaahan
dengan mengadakan kritik teks.[2]
Dalam
perkembangannya, kajian filologi menitikberatkan pada perbedan yang ada dalam
berbagai naskah sebagai suatu penciptaan dan melihat perbedaan-perbedaan
sebagai alternatif yang positif. Dalam hubungan inilah suatu naskah dipandang
sebagai penciptaan kembali (baru), karena mencerminkan perhatian yang aktif
dari pembacanya. Sedangkan berbagai bacaan atau varian yang ada diartika
sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif untuk memahami, menafsirkan, dan
membetulkan teks yang dianggap tidak tepat. Dalam proses pembetulan ini harus dikaitkan
dengan ilmu bahasa, sastra, budaya, keagamaan, dan tata politik yang ada pada
zamannya. Cara kerja filologi yang demikian disebut dengan filologi modern.[3] Mengambil
pengertian filologi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu tentang
bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam
bahan-bahan tertulis.[4]
Maka yang dimaksud dengan istilah filologi adalah usaha dalam memahami teks
sebuah naskah dengan memperhatikan berbagai kajian, yang dimaksudkan untuk
memurnikannya dari kesalahan-kesalahan dalam proses penyalinan.
Obyek kajian filologi adalah teks, sedang
sasaran kerjanya berupa naskah. Dalam hal ini naskah merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan peninggalan tulisan masa lampau, dan teks
merupakan kandungan yang tersimpan dalam suatu naskah. Naskah sering pula
disebut dengan istilah “manuskrip” atau “kodeks” yang berarti tulisan tangan. Naskah
yang menjadi obyek kajian filologi mempunyai karaktristik bahwa naskah tersebut
tercipta dari latar sosial budaya yang sudah tidak ada lagi atau yang tidak
sama dengan latar sosial budaya masyarakat pembaca masa kini dan kondisinya
sudah rusak. Karena bahan yang berupa kertas dan tinta serta bentuk tulisan,
dalam perjalanan waktu telah mengalami kerusakan atau perubahan. Gejala yang
demikian ini terlihat dari munculnya berbagai variasi bacaan dalam karya
tulisan masa lampau.[5]
B. Tujuan dan Kegunaan Filologi
Secara
umum filologi bertujuan untuk menertibkan, menyunting dan menganalisis suatu
naskah kuno. Tentu dalam hal ini sangat memertlukan disiplin-disiplin ilmu lainnya,
seperti sejarah, filsafat, sosiologi, antropologi, sejarah agama, dan sejarah
perkembangan hukum (terutama hukum adat). Maka dapat dikatakan bahwa secara
praktis penelitian filologi dilakukan untuk tujuan menunjang ilmu-ilmu lain.
Sedangkan secara metodologis dilakukan karena banyaknya naskah kuno yang masih
harus diuji otentisitas isi kandungan atau teksnya. Pengujian otentisitas atau
kemurnian suatu teks harus dilakukan secara cermat dan kritis terhadap semua
varian yang terdapat dalam teks, yang dimaksudkan agar dapat menghasilkan suatu
teks yang mendekati aslinya.[6]
Kemungkinan
varian teks dalam berbagai naskah dapat dilihat dari riwayat kemunnculan teks
itu sendiri. De Haan berpendapat bahwa proses terjadinya teks ada beberapa
kemungkinan, sebagai berikut:
1. Aslinya ada dalam ingatan pengarang, dan
apabila seseorang ingin memiliki teks itu dapat menulisnya melalui dikte. Maka
setiap teks diturunkan (ditulis) dapat bervariasi, dan perbedaan teks adalah
bukti dari berbagai pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang
hidup pengarang.
2. Aslinya adalah teks tertulis kurang
lebih merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan
seni.
3. Aslinya merupakan teks yang tidak
memungkinkan untuk diadakan penyempurnaan karena pengarangnya telah menentukan
pilihan kata yang ketat dalam bentuk literer. Hal ini pada zaman sekarang yang
sudah ada mesin fotocopi tidak begitu merupan kendala, tetapi pada zaman dulu
sebuah naskah diperbanyak dengan cara menulis ulang dengan tangan dan resiko
kesalahan sangat dimungkinkan. Beberapa kesalahan disebabkan antara lain;
penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin, atau
mungkin karena tulisannya kurang jelas (kabur/buram), atau karena ketidak
telitian penyalin sehingga beberapa huruf hilang (haplografi).[7]
Sedangkan
secara rinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyai tujuan umum dan tujuan
khusus, di antaranya adalah:
1. Tujuan umum:
a. Memahami sejauh mana perkembangan suatu
bangsa melalui sastranya, baik tulisan maupun lisan.
b. Memahami makna dan fungsi teks bagi
masyarakat penciptanya.
c. Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama
sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
2. Tujuan khusus:
a. Menyunting sebuah teks yang dipandang
dekat dengan teks aslinya.
b. Mengungkapkan sejarah terjadinya teks
dan sejarah perkembangannya.
c. Mengungkapkan persepsi pembaca pada
setiap kurun atau zaman penerimaannya.[8]
Sedangkan
kegunaan dari hasil penelitian filologi adalah sebagai suatu informasi yang
sangat berharga bagi khalayak umum dan dapat digunakan oleh cabang-cabang ilmu
lain, seperti sejarah, hukum, agama, kebahasaan, kebudayaan. Nabilah Lubis yang
mengutip perkataan Haryati Soebadio bahwa filologi adalah pekerjaan kasar yang
menyiapkan suatu naskah untuk bisa dipergunakan oleh orang lain dalam berbagai
disiplin ilmu. Jadi hasil dari penelitian naskah merupakan sumbangan pemikiran
yang sangat berarti, terlebih dalam rangka memperkenalkan buah pikiran para
pendahulu, sehingga dapat di kenal dan diketahui oleh generasi berikutnya.[9]
C. Syarat, Prosedur, dan Pekerjaan Filologi
Seorang
filolog atau muhaqqiq (peneliti naskah) harus memiliki syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Syarat umum
a. Cerdas, artinya memiliki sifat
ketelitian pengamatan, kematangan cara berfikir, dan pandangan yang tajam.
b. Mempunyai keinginan yang tulus dalam
meneliti.
c. Objektif, seorang peneliti harus tidak
memihak kepada suatu pendapat tertentu, akan tetapi harus berpihak pada data
dan fakta yang ada.
d. Jujur, artinya tidak mengada-ada, dan
tidak menyembunyikan fakta, serta mengembalikan pendapat kepada pemiliknya.
e. Sabar, artinya tidak boleh terburu-buru
dalam mengambil kesimpulan.
f. Memilki latar belakang pengetahuan
tentang bahasa Arab, mulai dari level fonetik, sintaktik, morfologi, semantik,
serta mengetahui dialek-dialek, stylistik Arab, kata-kata sulit, serta
mengetahui khat Arab berikut dengan sejarah perkembangannya.
g. Mempunyai pengetahuan tentang katalog
manuskrip.
h. Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
metode filologi.
i.
Mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang metodologi penulisan karya ilmiah.
2. Syarat khusus
a. Mempunyai pengetahuan yang memadai
tentang bidang yang diteliti.
b. Memilki latar belakang pengetahuan umum
yang memadai.[10]
Kemudian agar tujuan penelitian dapat dicapai,
maka seorang peneliti yang sudah memiliki manuskrip harus melalukan di antaranya
adalah:
1. Yakin bahwa manuskrip tesebut belum
pernah diteliti atau sudah pernah diteliti akan tetapi memuat informasi yang
sangat salah.
2. Mengumpulkan teks manuskrip tersebut sebanyak
mungkin.
3. Menentukan manuskrip yang asli.
4. Melacak informasi seputar manuskrip,
yang meliputi latar belakang penulis, tempat penulisan, sumber data,
orang-orang yang kut membantu penulisan, dan lain-lain.
5. Menentukan judul manuskrip.[11]
Selanjutnya
beberapa aktivitas yang harus dilakuakn seorang filolog atau muhaqqiq
adalah:
1. Membaca manuskrip yang akan diteliti
beberapa kali.
2. Mempersiapkan literatur terkait.
3. Menulis ulang naskah asli.
4. Mengubah kesalahan fatal.
5. Membubuhi tanda baca.
6. Melakukan takhrij ntuk teks tertentu.
7. Memberi komentar.
8. Membuat pendahuluan.
9. Membuat penutup.
10. Membuat daftar isi, literatur, dan
indeks.[12]
D. Metode-metode Penelitian Teks
Metode
dapat dipahami sebagai cara atau sistem kerja. Sedangkan metologi dapat dikatan
sebagai pengetahuan tentang apa saja yang merupakan cara untuk menrangkan atau
meramalkan variabel konsep maupun definisi konsep yang bersangkutan dan mencari
konsep tersebut secara empiris. Maka metode filologi dapat diartikan
pengetahuan tentang cara, teknik, atau instrumen yang dilakukan dalam
penelitian filologi. Mengacu pada pekerjaan utama seorang filolog yang berusaha
mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan dan memberikan pengertian
dengan sebaik-baiknya dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai naskah yang
paling dekat dengan aslinya, maka ada beberapa metode untuk mengedit dan
menyunting naskah klasik agar tugas tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam hal ini adalah:
1. Inventarisasi naskah
Langkah
pertama yang harus ditempuh oleh penyunting setelah menemukan pilihan terhadap
naskah yang ingin disunting adalah menginventarisasikan sejumlah naskah dengan
judul yang sama dimana pun berada tanpa terkecuali. Naskah dapat dicari melalui
katalogus perpustakaan-perpustakaan besar yang menyimpan koleksi naskah,
museum-museum, universitas-universitas, masjid, gereja, dan lain sebagainya.[13]
2. Deskripsi naskah
Langkah
selanjutnya adalah menyusun deskripsi masing-masing naskah. Jadi setiap naskah
yang diperoleh diuraikan secara terinci, teratur, dan masing-masing naskah
diberi tanda/kode.[14]
3. Pengelompokan naskah dan perbandingan
teks
Dalam
melakukan pengelompokan naskah, proses awal yang harus dilakukan adalah
mengadakan penelitian yang cukup mendalam sehingga dapat diketahui hubungan
antar varian, perbedaan, persamaan, dan hubungan antar berbagai naskah yang
ada. Proses penelitian yang dilakukan pra pengelompokan naskah dapat dikerjakan
dengan mengadakan kritik teks, baik kritik internal atau eksternal. Langakh
selanjutnya adalah mengadakan perbandingan teks untuk mengetahui apakah ada
perbedaan bacaan di antara semua naskah. Beberapa cara yang dilakaukan dalam
melakukan perbandingan adalah:
a. Membandingkan kata demi kata untuk
membetulakan kata-kata yang salah
b. Membandingkan susunan kalaimat atau gaya
bahasa untuk mengelompokkan cerita atau teks yang berbahasa lancar dan jelas
c. Membandingkan isi cerita (uraian teks)
untuk mendapatkan naskah yang isinya lengkap dan tidak menyimpang serta untuk
menentukan hubungan antar naskah, minimal peneliti harus mengetahui mana teks
yang asli dan mana teks yang ada unsur tambahan dari penyalin.
Setelah melakukan beberapa perbandingan di
atas, maka selanjutnya peneliti memilih salah satu naskah yang telah diperiksa
dan dibandingkan untuk dijadikan sebagai landasan dalam edisi.[15]
4. Transliterasi
Transliterasi
ialah penggantian huruf atau pengalihan huruf demi huruf dari satu abjad ke
abjad yang lain, misalnya dari huruf Arab-Melayu ke huruf Latin. Dapat juga
berarti perubahan teks dari satu ejaan ke ejaan yang lainnya, misalnya
naskah-naskah yang tertulis dengan huruf Latin yang memakai ejaan lama diubah
ejaan yang belaku sekarang (EYD). Namun tidak hanya itu saja tugas dari seorang
filolog agar tidak lagi terdapat kekeliruan dalam membaca dan menafsirkan
naskah, tetapi juga harus mampu menyajikan bahan transliterasi atau transkip
dengan selengkap dan sebaik mungkin, seperti tanda baca titik, koma, huruf
besar dan kecil, dan lain sebagainya.[16]
5. Terjemahan
Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menerjemahkan teks, di antaranya
adalah:
a. Terjemahan harfiyah, adalah menerjemahkan
dengan menuruti teks sedapat mungkin, yang meliputi kata demi kata.
b. Terjemahan agak bebas, adalah seorang
penerjemah diberi kebebasan dalam proses penerjemahannya, tetapi kebebasannya
masih pada batas kewajaran.
c. Terjemahan yang sangat bebas, adalah penerjemah bebas melakukan perubahan,
baik menghilangkan bagian, menambah, atau meringkas teks.
Dengan
berbekal ilmu filologi yang dimiliki, seorang filolog harus menjaga secara utuh
dan memahami secara intens kandungan teks, lalu penyampaiannya harus memelihara
bentuk yang diinginkan oleh pengarangnya.[17]
6. Metode intuitif
Penyalinan
berulang kali terhadap teks mengakibatkan terjadinya beberapa naskah yang
beraneka ragam. Di Eropa Barat untuk mengetahui bentuk asli dari karya-karya
itu, dilakukan langkah mengambil suatu naskah yang dipandang baik dan dianggap
yang paling tua lalu disalin lagi. Dalam penyalinannya, pada tempat-tempat yang
tidak jelas atau diperkirakan terdapat kesalahan pada naskah, segera dibetulkan
berdasarkan naskah lain dengan pertimbangan akal sehat, selera baik, dan
pengetahuan bahasa maupun disiplin ilmu yang menjadi pokok bahasan naskah
tersebut. metode ini bertahan sampai abad ke 19 M, sebelum akhirnya muncul
metode objektif.[18]
7. Metode objektif
Metode
ini bertujuan mendekati teks asli melalui data-data naskah dengan memakai
perbandingan teks.[19]
8. Metode gabungan
Metode
ini dipakai apabila nilai naskah menurut dugaan filologi semuanya hampir sama.
Pada umumnya naskah yang terpilih adalah yang mempunyai bacaan mayoritas atas
dasar perkiraan bahwa jumlah naskah itu merupakan saksi bacaan yang benar.
Dengan metode ini, teks yang disunting merupakan teks baru dan gabungan dari
semua naskah yang ada.[20]
9. Metode landasan
Metode
ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada beberapa naskah yang unggul
kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah yang lain. Hal ini dapat
diketahui apabila diadakan penelitian yang cermat terhadap bahasa, kesastraan,
sejarah, dan segala hal tentang teks.[21]
10. Metode analisis struktur
Analisis
struktural terhadap sebuah karya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin
keterkaitan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna yang menyeluruh.[22]
11. Metode penelitian naskah tunggal
Apabila
peneliti hanya menemukan satu naskah untuk teks yang akan diedit, maka hanya
ada dua pilihan, yaitu: melakukan edit diplomatik (suatu cara
mereproduksi teks sebagaimana adanya tanpa ada perbaikan atau perubahan dari
editor), atau melakukan edit standar (suatu usaha perbaikan dan
meluruskan teks sehingga terhindar dari berbagai kesalahan dan penyimangan yang
timbul ketika proses penulisan).[23]
KESIMPULAN
Ada beberapa hal penting yang menjadi
kesimpulan dari penulis di antaranya adalah:
1.
Pendekatan
filologi adalah sebuah usaha dalam memahami teks sebuah naskah dengan
memperhatikan berbagai kajian, yang dimaksudkan untuk memurnikannya dari
kesalahan-kesalahan dalam proses penyalinan, dan berguna sebagai suatu
informasi yang sangat berharga bagi khalayak umum serta dapat digunakan oleh
cabang-cabang ilmu lain, seperti sejarah, hukum, agama, kebahasaan, kebudayaan,
dan lain-lain.
2.
Seorang
filolog atau peneliti harus terlebih dahulu memenuhi beberapa kriteria yang
ada, dan selanjutnya melakukan prosedur dan pekerjaannya sesuai dengan aturnya
dengan benar agar tujuan dari penelitian dapat tercapai dengan baik.
3.
Terkait
dengan metode penelitian teks yang harus dilakukan oleh seorang filolog, ada
beberapa langkah yang semestinya dipahami terlebih dahulu, di antaranya adalah
inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pengelompokan naskah dan perbandingan
teks, transliterasi, terjemahan, metode intuitif, metode objektif, metode
gabungan, metode landasan, metode analisis struktur, dan metode penelitian
naskah tunggal.
DAFTAR
RUJUKAN
Ebta Setiawan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Versi 1.1, (freeware, 2010).
http://ber-guru.blogspot.com/2012/04/pendekatan-filologi-dalam-studi-islam.html,
(diakses pada 4 Januari 2013, pukul 06:07).
Lubis, Nabilah., Naskah, Teks,
dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007).
Maman Kh., U. et.al, Metodologi
Penelitian Agama: Teori dan Praktik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2006).
[1] Nabilah Lubis, Naskah,
Teks, dan Metode Penelitian Filologi (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2007), hlm. 18.
[2] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 22-23.
[3] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 24.
[4] Ebta Setiawan, Kamus
Besar Bahasa Indonesia Versi 1.1, (freeware, 2010).
[5] http://ber-guru.blogspot.com/2012/04/pendekatan-filologi-dalam-studi-islam.html,
(diakses pada 4 Januari 2013, pukul 06:07).
[6] U. Maman Kh. et.al, Metodologi
Penelitian Agama: Teori dan Praktik (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2006), hlm. 108.
[7] U. Maman Kh. et.al, hlm.
109-110.
[8] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 26-27.
[9] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 27.
[10] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 36-37.
[11] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 38-39.
[12] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 40-44.
[13] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 78.
[14] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 79.
[15] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 82-85.
[16] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 86-87.
[17] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 88-90.
[18] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 90.
[19] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 91.
[20] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 97.
[21] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 98.
[22] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 100.
[23] Nabilah Lubis, Naskah,
hlm. 101.
No comments:
Post a Comment