Saturday, June 1, 2013

AL-QURAN BERBICARA TENTANG KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

Oleh: A. Qomarudin

PENDAHULUAN

          Hidup bermasyarakat berarti hidup berdampingan dengan orang lain, dan hidup berdampingan dengan orang lain memiliki konsekuensi untuk mau menerima setiap kondisi yang terjadi di antara berbagai manusia yang ada di sekitar. Tidak menutup kemungkinan orang yang ada di sekeliling kita terdapat orang yang berbeda agama. Maka dalam hal ini memerlukan pemahaman tentang kerukunan umat beragama. Kerukunan dalam hal ini dapat dilandasi dengan sifat saling menghormati umat beragama, yang kemudian diharapkan muncul komunikasi yang
bersifat kemanusiaan dengan sebaik-baiknya.            
          Dengan demikian, kerukunan umat beragama merupakan suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya sifat saling menghormati yang selanjutnya berwujud toleransi dalam kehidupan beragama. Toleransi dapat diartikan sebagai sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah kehidupan beragama. Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini (Indonesia), yang memiliki keragaman begitu banyak. Karena tidak hanya masalah adat istiadat atau seni budaya, akan tetapi juga termasuk agama.
          Bentuk keragaman yang ada di negeri ini memiliki dua mata pisau yang sangat tajam, satu sisi mata pisau dapat digunakan sebagai suatu kekuatan dan di satu sisi mata pisau yang lain dapat dimanfaatkan untuk menciptakan suatu kehancuran atau perpecahan. Untuk dapat menjadikan keragaman menjadi sebuah kekuatan sangat diperlukan peran serta berbagai warna dari keragaman untuk saling memahami antara ragam yang satu dengan ragam yang lainnya. Apabila ini tidak dapat dilakukan, maka yang akan muncul adalah sebuah kehancuran.
          Dalam al-Quran yang menjadi sumber ajaran utama Islam, juga dijelaskan oleh Allah terkait dengan anjuran agar dapat memanfaatkan keberagaman sebagai sebuah kekuatan dengan langkah awal pengenalan. Hal ini secara jelas disampaikan dalam surat al-Hujurat ayat 13:
 “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Ayat tersebut memberikan penekanan pada perlunya untuk saling mengenal. Karena semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, maka akan semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Perkenalan ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah dengan cara saling menarik pelajaran dan pengalaman dari pihak lain, yang dampaknya tercerminnya kedamaian dan kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. Saling mengenal yang digaris bawahi dalam ayat di atas adalah “pancing” untuk meraih manfaat dan bukan “ikan”nya. Maka dalam hal ini yang diberikan adalah caranya dan bukan manfaatnya, karena memberi pancing itu jauh lebih baik daripada memberi ikan.[1]
          Namun apabila kita melihat masyarakat di negeri ini, nampaknya alat yang diajarkan oleh al-Quran “saling mengenal” belum dimiliki oleh masing-masing pihak, sehingga belum dapat menikmati hasilnya (kedamaian dan kesejahteraan). Dapat dibuktikan dengan masih banyaknya perpecahan yang dilatar belakangi oleh keberagaman yang ada di Indonesia, baik aliran keagamaan maupun perbedaan agama. Maka untuk memanfaatkan keberagaman menjadi sebuah kekuatan besar yang tak tertandingi, al-Quran memberikan “pancing” berupa “saling mengenal” yang selanjutnya menuntut dari semua keberagaman yang ada untuk saling mengenal antara pihak yang satu dengan pihak lain.
          Dengan demikian, yang diperlukan dalam hal ini adalah sebuah ukhuwah (persaudaraan). Hal ini yang akan menjadi kajian penulis dalam makalah ini, yaitu bagaimana al-Quran secara lugas berbicara tentang persaudaraan dengan berbagai kajiannya.
PEMBAHASAN

A.           Ukhuwah dalam Al-Quran
Dijelaskan dalam al-Quran tentang kata akh (saudara) dalam bentuk tunggal ditemukan sebanyak 52 kali,[2] dan 96 kali dihitung bersama dengan bentuk jamaknya.[3] Menurut M. Qurais Shihab, secara umum makna kata akh beserta bentuk jamaknya dapat dikelompoknya menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah:
1.      Saudara kandung atau saudara seketurunan, ini dijelaskan pada ayat yang berbicara tentang masalah waris atau keharaman mengawini orang-orang tertentu, misal dalam surat an-Nisa’: 23
2.      Saudara yang dijalin dengan ikatan keluarga, seperti doa Nabi Musa a.s. yang diabadikan al-Quran, surat Tha Ha: 29-30
3.      Saudara dalam arti sebangsa, walaupun tidak seagama yang dijelaskan dalam surat al-A’raf: 65
4.      Saudara semasyarakat, walaupun berselisih paham yang dijelaskan dalam surat Shad: 23 
5.      Persaudaraan seagama, dijelaskan dalam surat al-Hujurat: 10
Demikian beberapa persaudaraan yang dijelaskan secara jelas dalam al-Quran dengan menggunakan kata akh. Selain itu ada persaudaraan yang dijelaskan oleh al-Quran secara substansi dan tidak secara tegas, adalah:
1.      Saudara sekemanusian (ukhuwah insaniah), yang dijelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dari seorang laki-laki dan seorang perempuan (Adam dan Hawa). Ini dejelaskan dalam surat al-Hujurat: 13
2.         Saudara semakhluk dan seketundukan kepada Allah, yang dijelaskan dalam surat al-An’am: 38
Dengan demikian, muncul istilah ukhuwah islamiyah yang berlandaskan pada sumber pokok ajaran agama Islam (al-Quran), atau ukhuwah yang bersifat Islami. Dapat disimpulkan bahwa dalam al-Quran memperkenalkan paling tidak ada empat macam persaudaraan, yaitu:
1.      Ukhuwah ‘ubudiyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah.
2.      Ukhuwah insaniyah  (basyariyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara, karena mereka semua berasal dari seorang ayah dan ibu.
3.      Ukhuwah wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam kebangsaan dan keturunan.
4.      Ukhuwah fi din al-Islam, yaitu persaudaraan antar sesama muslim.[4]

B.            Pentingnya Ukhuwah
Dalam memantapkan ukhuwah, pertama kali al-Quran mengarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan, dan merupakan kehendak Ilahi untuk kelestarian hidup dan mencapai tujuan kehidupan makhluk di pentas bumi. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran surat al-Maidah: 48 sebagai berikut.[5]
“dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,”
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

Dalam surat al-Hajj (22): 67 juga dijelas
 “bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan, Maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari'at) ini dan serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.”

Ayat di atas menyampaikan pesan bahwa sikap toleran adalah sikap ideal yang harus digunakan dalam menyikapi perbedaan, sedangkan tindakan mendebat dan memperuncing perbedaan tradisi merupakan tindakan yang keliru. Merupan satu bagian penting dari refrmasi Islam adalah kesadaran bahwa toleransi bukanlah gagasan Barat, melaikan konsep universal al-Quran.[6]
Maka dalam hal ini, seorang muslim dapat memahami adanya pandangan atau bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena semua itu tidak mungkin berada di luar kehendak ilahi, dan dalam hal ini memerlukan sikap yang disebut toleran. Jadi berbagai perbedaan yang ada di dunia ini jangan menjadikan seseorang gelisah atau bunuh diri, dan sampai memaksa orang lain secara halus atau kasar agar menganut agamanya. Hal ini dipertegas dalam surat al-Kahfi: 6  dan surat Yunus: 99
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).”
“dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Dalam ayat yang lain dijelaskan juga tentang anjuran supaya berpegang teguh pada ajaran Allah dan dilarang bercerai berai, karena memilih bercerai belai (pecah belah) sama dengan mengambil posisi di neraka. Hal ini terdapat dalam surat Ali Imran (3): 103
“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Dengan demikian, begitu pentingnya persaudaraan (kerukunan) untuk mewujudkan sosial masyarakat yang damai dan harmonis.

C.           Petunjuk Al-Quran tentang Ukhuwah
M. Qurais Shihab secara terperinci menjelaskan beberapa petunjuk yang diajarkan Allah dalam al-Quran. Beberapa petunjuk yang berkaitan dengan persaudaraan secara umum dan persaudaraan seagama Islam adalah:[7]
1.      Untuk memantapkan persaudaraan pada arti umum, Islam mengajarkan konsep khalifah, karena dalam al-Quran dijelaskan bahwa Allah mengangkat manusia di muka bumi ini menjadi seorang khalifah. Kekhalifahan akan menuntu manusia untuk mampu memelihara, membimbing, dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai maksud dan tujuan penciptaannya.
2.      Untuk mewujudkan persaudaraan antar pemeluk agama, Islam memperkenalkan ajaran, yang dalam hal ini dijelaskan dalam surat al-Kafirun (109): 6 dan as-Syura (42): 15
 “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah[1343] sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".”
[1343] Maksudnya: tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah.

Al-Quran dalam hal ini juga menganjurkan agar mencari titik singgung dan titik temu antar pemeluk agama, dan apabila tidak ditemukan persamaannya hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain, dan tidak perlu mencari kesalahannya. Ini dijelaskan dalam al-Quran surat ali imran (3): 64:
 “Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".”

3.      Untuk memantapkan persaudaraan antar sesama muslim, al-Quran menggarisbawahi perlunya menghindari segala macam sikap lahir dan batin yang dapat mengeruhkan diantara mereka. Secara tegas dijelaskan dalam al-Quran surat al-Hujurat (49): 11-12
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
[1409] Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

D.           Keragaman dan Kerukunan Beragaman dalam Al-Quran
Keragaman yang ada di muka bumi ini memang sebuah kesengajaan yang ditampilkan oleh Allah (sunatullah) dan menjadi langkah penting dalam menentukan mana yang terbaik di antara keseluruhan dari masing-masing ragam, terbaik dalam hal ini adalah yang bertaqwa kepada Allah swt. Maka janganlah menjadikan susah pada diri seseorang apabila terdapat golongan yang tidak beriman dan akhirnya sampai mengadakan perpecahan  di bumi ini, karena yang memberikan hidayah dalam hal ini adalah Allah swt. Maka dalam urusan kemanusiaan yang dianjurkan adalah sebuah persaudaraan (kerukunan) antar sesama, sedangkan berhubungan dengan masalah ketuhanan merupakan hak Allah semata.
Teladan persaudaraan Islam telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. pada waktu berhijrah dari Makkah ke Yastrib (Madinah), tindakan pertama yang dilakukan adalah menjalin persaudaraan antar berbagai unsur anggota masyarakat yang terutama golongan Muhajirin dan Anshar serta beberapa golongan yang ada di sana.[8] Akhirnya muncul perjanjian yang dalam sejarah merupakan undang-undang (dokumen resmi) yang ditulis pertama kali dalam dunia adalah Piagam Madinah.
Terkait persaudaraan (kerukunan) antar agama juga dijelaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah (2): 256
 “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
Jadi tidak diperbolehkan memaksakan suatu agama kepada orang lain, karena manusia dianggap sudah mampu dan harus diberi kebebasan dalam membedakan dan memilih sendiri mana yang benaar dan mana yang salah. Dengan kata lain, manusia dianggap sebagai seorang yang sudah dewasa dan dapat menentukan pilihannya yang terbaik bagi dirinya sendiri dengan tanpa harus dipaksa-paksa.[9] Suatu paksaan dalam hal ini menjadi sebuah larangan, dikarenakan berawal dari sebuah paksaan dapat menimbulkan sebuah konflik yang akhirnya perpecahan menjadi titik akhir dalam tatanan sosial masyarakat.


KESIMPULAN

            Ada beberapa hal yang menjadi kesimpulan penulis dari beberapa penjelasan di atas, di antaranya adalah:
1.      Ukhuwah (persaudaraan) banyak dibicarakan dalam ayat al-Quran, dan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa ukhuwah islamiyah, yaitu ukhuwah ’ubudiyah, insaniyah, wathaniyah wa an-nasab, dan ukhuwah fi din al-Islam.
2.      Persaudaraan atau kerukunan menjadi sesuatu yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan bumi yang beragam adanya, dalam hal ini diperlukan pemahaman kemanusiaan (sosial masyarakat) antara satu pihak dengan pihak lainnya.
3.      Keberagaman yang muncul di dunia ini merupakan sunnatullah demi kelestarian hidup dan demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di pentas bumi, yaitu mana yang paling bertaqwa di sisi Allah swt.


DAFTAR RUJUKAN
Al-Quran in word versi 1.3.
Abdulhameed, Sultan., Al-Quran untuk Hidupmu: Menyimak Ayat Suci untuk Perubahan Diri diterjemahkan dari The Quran and the Life of Excellence dengan penerjemah Aisyah (Jakarta: Zaman, 2012).
Al-Baaqi, Muhammad Fu’ad Abd., al-Mu’jam al-Mufahras li al-Alfad al-Quran al-Kariim (Kairo: Dar al-Hadits, 1996).
Ibrahim, Muhammad Isma’il., Mu’jam al-Alfadz wa al-A’lam al-Quraniyah (Kairo: Dar al-Fikri al-‘Arabi, 1998).
Madjid, Nurcholish., Pinti-pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1999).
Shihab, M. Qurais., Dia di mana-mana “Tangan” Tuhan di Balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2011).
Shihab, M. Qurais., Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007).



[1] M. Qurais Shihab, Dia di mana-mana “Tangan” Tuhan di Balik Setiap Fenomena (Jakarta: Lentera Hati, 2011), Cet. 11, hlm. 155.
[2] M. Qurais Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), Cet. 1, hlm. 640.
[3] Muhammad Isma’il Ibrahim, Mu’jam al-Alfadz wa al-A’lam al-Quraniyah (Kairo: Dar al-Fikri al-‘Arabi, 1998), hlm. 33. Lihat juga dalam Muhammad Fu’ad Abd al-Baaqi, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Alfad al-Quran al-Kariim (Kairo: Dar al-Hadits, 1996), hlm. 29-30.
Kata أخ terdapat 4 kali [an-Nisa’ (4): 12 dan 23, Yusuf (12): 59 dan 77], أخا terdapat 1 kali [al-Ahqaf (46): 21], أخانا terdapat 2 kali [Yusuf (12): 63 dan 65], أخاه terdapat 7 kali [al-A’raf (7): 111, Yusuf (21): 69, 76, Maryam (19): 53, al-Mu’min (23): 45, al-Furqan (25): 35, as-Syu’ara’ (26): 36], أخاهم terdapat 8 kali [al-A’raf (7): 65, 73, 85, Hud (11): 50, 61, 84, an-Naml (27): 45, al-‘Ankabut (26): 36],  أخوك terdapat 2 kali [Yusuf (12): 69, Thaha (20): 42], أخوه terdapat 1 kali [Yusuf (12): 8], أخوهم terdapat 4 kali [as-Syu’ara’ (26): 106, 124, 142, 161], أخي terdapat 7 kali [al-Maidah (5): 25, 31, al-A’raf (7): 151, Yusuf (12): 90, Thaha (20): 30, al-Qasas (28): 34, Shad (38): 23], أخيك terdapat 1 kali [al-Qasas (28): 35], أخيه terdapat 15 kali [al-Baqarah (2): 178, al-Maidah (5): 30, 31, al-A’raf (7): 142, 150, Yusuf (12): 87, 64, 70, 76, 76, 87, 89, al-Hujurat (49): 12, al-Ma’arij (70): 12, ‘Abasa (80): 34], أخويكم terdapat 1 kali [al-Hujurat (49): 10], إخوان terdapat 2 kali [al-Isra’ (17): 27, Qaf (50): 13], إخوانا terdapat 2 kali [Ali Imran (3): 103, al-Hijr (15): 47], إخوانكم terdapat 6 kali [al-Baqarah (2): 220, at-Taubah (9): 11, 23, 24, an-Nur (24): 61, al-Ahzab (33): 5], إخواننا terdapat 1 kali [al-Hasyr (59): 10], إخوانهم terdapat 7 kali [Ali Imran (3): 156, 168, al-An’am (6): 87, al-A’raf (7): 202, al-Ahzab (33): 18, al-Mujadalah (58): 22, al-Hasyr (59): 11], إخوانهن terdapat 4 kali [an-Nur (24): 31, 31, al-Ahzab (33): 55, 55],  إخوة terdapat 4 kali [an-Nisa’ (4): 11, 176, Yusuf (12): 58, al-Hujurat (49): 10], إخوتك terdapat 1 kali [Yusuf (12): 5], إخوته terdapat 1 kali [Yusuf (12): 7], إخوتي terdapat 1 kali [Yusuf (12): 100], أخت terdapat 4 kali [an-Nisa’ (4): 12, 23, 176, Maryam (19): 28], أختك terdapat 1 kali [Thaha (20): 40], أخته terdapat 1 kali [al-Qasas (28): 11], أختها terdapat 2 kali [al-A’raf (7): 38, az-Zuhruf (43): 48], أختين terdapat 1 kali [an-Nisa’ (4): 23], أخواتكم terdapat 3 kali [an-Nisa’(4): 23, 23, an-Nur (24): 61], أخواتهن terdapat 2 kali [an-Nur (24): 31, al-Ahzab (33): 55].
[4] M. Qurais Shihab, Wawasan..., hlm. 643.
[5] M. Qurais Shihab, Wawasan..., hlm. 647.
[6] Sultan Abdulhameed, Al-Quran untuk Hidupmu: Menyimak Ayat Suci untuk Perubahan Diri diterjemahkan dari The Quran and the Life of Excellence dengan penerjemah Aisyah (Jakarta: Zaman, 2012), hlm. 403-404.
[7] M. Qurais Shihab, Wawasan..., hlm. 648-654.
[8] Nurcholish Madjid, Pinti-pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1999), cet. V, hlm. 238.
[9] Nurcholish Madjid, Pinti-pintu..., hlm. 218.

No comments:

Post a Comment

Ikhlas sebagai modal untuk mencapai ridha Allah swt.

     Tujuan mencari ilmu : 1) pemenuhan kebutuhan, karena ilmu menjadi kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat; 2) pengabdian sosial dan di...