Monday, July 2, 2018

HASAN AL-BANA & SAYYID QUTHB

HASAN AL-BANA & SAYYID QUTHB
Oleh: A. Qomarudin

A.      Hasan Al-Bana
Hasan al-Banna adalah tokoh pergerakan dan pembaharuan di Mesir. Dia dilahirkan di desa Mahmudiya kawasan Buhairah, Mesir, pada tanggal 14 Oktober 1906, dan wafat di Cairo pada 12 Februari 1949. Ayahnya Syekh Ahmad Abdul Rahmad yang pernah belajar di Universitas al-Azhar pada masa Syekh Muhammad Abduh, adalah seorang guru dan Imam di setempat dan pengarang beberapa kitab agama. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an, dan sejak usia belasan tahun, dia juga aktif dalam kelompok tasawuf Hassafiyah, dan dia adalah penganut madzhab Hanbali pada bidang fiqih. Setelah menyelesaikan pendidikan guru di Damanhur, dia melanjutkan studinya ke-Universitas Dar al-Ulum di Cairo. Di sana dia berhasil menyelesaikan pendidikannya dalam usia relatif muda (21 tahun).[1]
Hasan al-Bana bersama ide-idenya di daerah kelahirannya, tidak terlepas dari pengaruh sosial-politik Mesir yang terjadi pada waktu itu. setelah pemimpin Mesir “Sa’d Zaglul” meninggal, terjadi disintegrasi politik dalam negeri, dan Mesir menjadi menjadi ajang pertarungan antar politik, yang mengakibatkan pudarnya semangat nasionalisme dan lemahnya bangsa Mesir. Selain itu, partai politik pada waktu itu tidak lagi berkiblat pada Islam dalam menentukan arak kebijakannya, akan tetapi sepenuhnya berkiblat pada Barat. Begitu juga dalam bidang agama dan moral, Mesir tampaknya sudah meninggalkan Islam sebagai pandangan hidup. Dalam bidang ekonomi, rakyat jatuh miskin dan lemah, dan semua dikuasai oleh asing (Inggris). Sementara di bidang pendidikan terjadi kepincangan dalam kurikulum yang hanya mementingakan pengetahuan umum dan mengesampingkan ilmu agama, dan sebaliknya sekolah agama tidak menghiraukan ilmu umum.
Kemerosotan yang tengah melanda Mesir itu, menurut Hasan al-Bana hanya dapat diatasi dengan kembali kepada al-Quran dan Hadits dan sirah Nabi Muhammad saw. Ide dasar yang dia kemukakan adalah bahwa Islam membawa ajaran yang sempurna, yang mencakup semua aspek kehidupan. Dia juga menyadari untuk mencapau Mesir yang betul-betul Islamiyah adalah tidak mudah, melainkan memerlukan waktu yang cukup lama dan menuntut adanya rencana dan program yang terorganisir. Maka pada tahun 1928, bersama beberapa kawannya mendirikan sebuah perkumpulan yang bernama Ikhwanul Muslimin, dan ini mendapat tanggapan positif dari masyarakat, dan dalam waktu yang singkat, organisasi ini dapat berkembang dengan pesat.[2]  
Sehubungannya dengan cita-cita perjuangannya untuk menerapkan ajaran Islam yang lengkap pada semua aspek kehidupan, maka aktivitas Hasan al-Bana dan Ikhwanul Muslimin menggapai bidang yang amat luas, yang meliputi:
a)      Aspek agama dan moral, yang menurut al-Banna bahwa upaya untuk mengatasi melemahnya kesadaran beragama dan dekadensi moral dikalangan masyarakat Mesir dapat dilaksanakan dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis. Melalui kegiatan Ikhwanul Muslimin, dia berupaya secara maksimal untuk membina masyarakat dengan iman dan ibadah, yang diharapkan akan lahir masyarakat yang memiliki semangat agama yang kuat dan budi pekerti yang mulia. Karena menurut al-Banna, akhlak adalah tonggak komando perubahan, bagaikan sebatang tongkat yang mengalihkan perjalanan kereta api dari satu jalur rel ke jalur lainya.
b)      Aspek sosial, menurut al-Banna bahwa beramal untuk kebaikan masyarakat adalah bagian dari misi seorang muslim dalam kehidupan ini. Bersama Ikhwanul Muslimin, dia berupaya dan berkarya untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat berdasarkan syariat Islam. Hasil konkret yang dicapai dalam kegiatan sosial ini antara lain adalah berdirinya sejumlah rumah sakit dan klinik kesehatan.
c)      Aspek pendidikan, adalah merupakan aspek sentral kegiatan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin. Sebab semua ide al-Banna pada dasarnya ditanam dan diwariskan melalui jalur pendidikan. Secara garis besar, materi pendidikan yang dirancangnya meliputi aspek akal, akhlak, jasmani, jihad, sosial, dan politik. Pendidikan ideal yang diinginkanya adalah pendidikan yang seimbang, yang mementingkan aspek akal dan aspek rohani sekaligus, dengan dilandasi Al-Qur’an dan Hadis, serta memiliki corak keislaman yang jelas. Pembaharuan yang dilakukanya terutama menyangkut kurikulum, dengan berupaya menyeimbangkan antar pelajaran agama dan umum. Dia menghimbau pemerintah agar pengetahuan agama diajarkan di sekolah-sekolah pemerintah, dan sebaliknya pengetahuan umum diajarkan disekolah-sekolah agama. Untuk memperluas kesempatan belajar sekaligus merealisasikan sistem pendidikan yang dicita-citakan, dia dan Ikhwanul Muslimin mendirikan sekolah yang tidak sedikit jumlahnya.
d)     Aspek ekonomi, dengan melihat keadaan ekonomi Mesir yang sangat lemah dan memprihatinkan akibat dominasi asing, al-Banna dan Ikhwanul Muslimin bangkit membela kepentingan masyarakat ekonomi lemah. Ia gigih memperjuangkan hak para pekerja dan para petani serta berusaha memperbaiki kehidupan ekonomi melalui usaha swadaya. Ia berseru kepada pemerintah dan masyarakat agar menguasai dan mengolah sendiri semua sumber daya alam serta menentang setiap campur tangan asing. Secara konkret dia dan Ikhwanul Muslimin mendirikan beberapa perusahaan, seperti perusahaan tenun dan pemintalan, perusahaan bangunan dan dagang, percetakan dan penerbitan, serta berbagai usaha di bidang pertanian.
e)      Aspek politik, yang sebenarnya al-Banna adalah bukan seorang politikus, dan Ikhwanul Muslimin yang ia dirikan hanya sebuah perkumpulan dan bukan partai politik. Akan tetapi, dia dan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin lainya tidak absen dari pembicaraan mengenai politik. Karena menurut pendapatnya, Islam itu suatu sistem yang meliputi berbagai sistem, termasuk sistem politik. Inti idenya dalam bidang politik ini adalah keharusan diterapkanya hukum Islam secara konsekuen di Negara Mesir. Dengan demikian, secara politis dia adalah seorang yang anti-Barat.[3]
Ada duagaan keterlibatan al-Banna dalam politik praktis inilah yang menimbulkan akibat fatal bagi dirinya dan perkumpulan Ikhwanul Muslimin. Karena pihak penguasa semakin menaruh curiga, dan kecurigaan tersebut semakin memuncak, yang akhirnya pada tanggal 8 Desember 1948 pemerintah Mesir membubarkan Ikhwanul Muslimin, menyita semua kekayaanya, dan memenjarakan tokoh-tokoh penting organisasi itu. Tiga minggu setelah pemerintah mengumumkan pembubaran organisasi itu, Perdana Menteri Nuqrashi Pasha mati terbunuh. Pihak penguasa rezim Faruq mempunyai dugaan kuat bahwa pelaku pembunuhan tersebut adalah anggota Ikhwanul Muslimin. Tujuh minggu kemudian terjadilah tragedi berdarah yang sangat memilukan, terutama bagi warga Ikhwanul Muslimin. Hasan al-Banna tewas ditembak anggota dinas rahasia pemerintah pada tanggal 12 Februari 1949.[4]
B.       SAYYID QUTHB
Sayyid Quthb adalah tokoh agama, ilmuwan, sastrawan, ahli tafsir dan intelektual Islam asal Mesir. Nama lengkapnya Sayyid Qutb Ibrahim Husain Syadzili, lahir di Asyut, Mesir 9 Oktober 1906. Ayahnya al-Haj Qutb Ibrahim, adalah seorang anggota Partai Nasionalis. Beliau dibesarkan dan di didik dalam keluarga sederhana yang memegang teguh syariat Islam. Sayyid Quthb adalah anak yang cerdas, tekun beribadah dan memiliki semangat belajar tinggi. Di usia yang masih kecil, Sayyid Quthb telah hafal Alqur`an serta banyak memahami ilmu agama Islam. Di masa dewasa, dia banyak menghasilkan karya-karya besar, juga menjadi aktivis gerakan Islam Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan –Al-Banna. [5]
Ketika mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Kairo, itu tidak disia-siakan olehnya. Hidup dan belajar di Kairo adalah kesempatan emas buat Sayyid Qutb. Karena ia dapat langsung berhubungan dengan para penyair besar Mesir. Selama hidup di Mesir ia mulai mengasah bakatnya di bidang sastra. Ia begitu intens mengikuti berbagai kajian sastra.
Pada awalnya Sayyid Qutb sangat tertarik dengan aliran sastra yang dibawa oleh Abbas mahmud al Aqqad. Sejak tahun 1923 Sayyid Qutb begitu intens menghadiri muhadarah Abbas Mahmud al Aqqad di setiap tempat dan menjadikannya sebagai guru sastra.
Dengan tetap istiqamah dalam aliran Abbas Mahmud al Aqqad di setiap tulisannya membuat Sayyid Qutb dekat dengan Toha Husein ketika dia menjadi pegawai di departemen pendidikan Mesir, yaitu sebagai penasehat Kementrian Pendidikan. Pada tahun 1945 terjadi perubahan dalam diri Sayyid Qutb. Aliran Abbas al Aqqad yang sebelumnya mendominasi dalam setiap karyanya tidak lagi terasa. Ada nuansa islami yang mulai menguat. Gejala ini dimulai dari bukunya "taswiir al fanni fi al Quran" yang diterbitkan pada tahun 1945. Pada bab pendahuluan ia memulai dengan tulisan "laqad wajadtu al Qur'an" (Sungguh aku telah menemukan al Quran). Seakan-akan ia kembali menemukan mutiara yang telah hilang selama bertahun-tahun. [6]
Sayyid Qutb terkenal sebagai seorang penulis buku. Ia telah menghasilkan lebih dari dua puluh buah karya dalam berbagai bidang diantaranya karya sastra dan buku-buku keagamaan. Sayyid Qutb pernah berkarir sebagai pengawas pendidikan di Departemen Pendidikan Mesir. Ia bekerja sangat professional dan berprestasi tinggi hingga dikirim pemerintah Mesir untuk menuntut ilmu di Amerika. Ia menuntut ilmu di tiga perguruan tinggi yaitu Wilson’s Teacher’s College (Washington) , Greeley College (Colorado) dan Stanford University (California). Tak cukup sampai disitu, ia juga berkelana ke Itali, Inggris, Swiss, dan Negara Eropa lainnya untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya.[7]
Ketika di  Amerika,  tahun  1949,  beliau  menyaksikan  Hassan  al-Bana,  pendiri  aI-Ikhwan  dibunuh.  Dari  sini,  Sayyid mulai simpati  dengan  jamaah  ini.  Setelah  kembali  ke  Mesir, beliau  mengkaji  sosok  Hassan  al-Bana,  seperti  dalam pengakuannya:
“Saya  telah  membaca  semua  risalah  al-Imam  as-Syahid.  Saya  mendalami perjalanan  hidup  beliau  yang  bersih  dan tujuan-tujuannya  yang  haq.  Dari  sini  saya tahu,  mengapa  beliau  dimusuhi?  Mengapa beliau  dibunuh?  Karena  itu,  saya  benjanji kepada  Allah  untuk  memikul  amanah  ini sepeninggal  beliau,  dan  akan  melanjutkan perjalanan  ini  seperti  yang  beliau  lalui. [8]
Sekembalinya dari Eropa, Sayyid Qutb bergabung dengan kelompok pergerakan Ihkawanul Muslimin. Sayyid Qutb menjadi salah seorang tokoh yang berpengaruh, disamping Hasan al-Hudaibi dan Abdul Qadir Auda. Tahun 1951 adalah waktu larangan terhadap Ikhwanul Muslimin dicabut, dan pada saat itu dia terpilih menjadi anggota panitia pelaksana dan ketua lembaga dakwah.[9]
Sejak bergabung dengan Ikhwanul Muslimin, karya-karyanya menitik beratkan pada beberapa hal: Pertama, kebutuhan manusia akan aqidah islami yang murni yang langsung bersumber dari al Quran dan as Sunnah. Dia mengajak masyarakat memahami aqidah secara universal tanpa ada batasan-batasan geografis yang melingkupinya. Sayyid Qutb meyakini dengan berpegang kepada Aqidah yang murni, maka setiap muslim akan mampu menghadapi problematika hidup. Ia akan selamat di dunia dan bahagia di akhirat. Dalam tafsir "Fi adz dzilal al Quran" ia menjelaskan, "Sesungguhnya tugas kita bukan untuk menghukumi manusia, ini kafir ini mukmin. Akan tetapi tugas kita adalah mengenalkan hakekat laa Ilaaha Illa Allah (tiada tuhan selain Allah). Karena manusia tidak mengetahui konsekwensi dasar kalimat tersebut yaitu menerapkan hukum Islam dalam seluruh dimensi kehidupan."
Kedua, langkah yang harus ditempuh untuk membuat masyarakat muslim sebagaimana masyarakat yang telah dibentuk oleh Rasulullah SAW di Madinah. Hal ini terlihat dari beberapa karyanya seperti: nahwa mujtama' al Isl'mi, al ad'lah al ijtim''iyah fi al Islam, hal nahnu muslimun dll. Ketiga, keuntungan yang di dapat oleh manusia bila menjadikan Islam sebagai manhaj (tuntunan) hidup. Hal ini dituangkan dalam buku-bukunya seperti: al Isl'm wa al musykilah al hadh'rah, as sal'm al 'lami wa al Isl'm dll. Keempat, sikap Islam terhadap kolonialisme dalam semua segi, ideologi, politik, ekonomi, militer dll. Hal ini terlihat dalam bukunya al Isl'm wa al isti'm'r. [10]
Dengan demikian, selain sebagai tokoh pergerakan, Qutb juga dikenal sebagai seorang penulis dan kritikus sastra. Banyak karyanya yang telah dibukukan. Ia banyak menulis tentang sastra, politik sampai keagamaan. Tahun 1954, Sayyid menjadi pemimpin redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Akan tetapi baru dua bulan usiannya, harian tersebut dilarang beredar oleh pemerintah Mesir. Penyebab utamanya adalah sikap keras, yang mengkritik keras Presiden Mesir Kolonel Gamal Abdel Naseer. Sayyid Qutb mengkritik perjanjian pemerintahan Mesir dan Inggris. Sejak itu, ia menjadi korban kekejaman kekejaman penguasa hingga pada bulan Mei 1955, Sayyid Qutb ditahan dan dipenjara dengan alasan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Tiga bulan kemudian, hukuman yang lebih berat diterimanya, yakni harus bekerja paksa di kamp-kamp penampungan selama 15 tahun lamanya.[11]
Beliau sempat dibebaskan atas permintaan presiden Iraq Abdul Salam Arief saat berkunjung ke Mesir tahun 1964. Namun kebebasannya tidak lama, karena ia kembali dipenjara setahun kemudian berikut tiga saudaranya (Muhammad Qutb, Hamidah, dan Aminah), serta 20.000 rakyat Mesir lainnya. Alasannya beliau dan Ikhwanul Muslimin dituduh membuat gerakan makar dan membunuh Presiden Jamal Abdul Naseer. Hukuman yang diterima kali ini lebih berat dari sebelumnya, yaitu hukuman mati bersama dengan dua orang temannya.
Meski dunia internasional mengecam pemerintah Mesir, hukuman mati tetap dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 1969. Sebelum menghadapi ekskusinya, Sayyid Qutb sempat menuliskan tulisan sederhana, tentang pertanyaan dan pembelaannya. Kini tulisan tersebut telah dibukukan dengan judul, “Mengapa saya dihukum mati”. Sebuah pertanyaan yang tak pernah bisa dijawab oleh pemerintahan Mesir hingga kini.[12]




[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve. Cet. VI. Jilid 1. Hlm. 234.

[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Jilid 1. Hlm. 234.

[3] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Jilid 1. Hlm. 235.

[4] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Jilid 1. Hlm. 236.


[6] http://arifsyah.xtgem.com/Ulamak/Qutub. Diakses Jum’at, 03 Februari 2012.

[7] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Jilid 4. Hlm. 145.


[9] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Jilid 4. Hlm. 145.

[10] http://arifsyah.xtgem.com/Ulamak/Qutub. Diakses Jum’at, 03 Februari 2012.

[11] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1999. Jilid 4. Hlm. 145.

 

No comments:

Post a Comment

Ikhlas sebagai modal untuk mencapai ridha Allah swt.

     Tujuan mencari ilmu : 1) pemenuhan kebutuhan, karena ilmu menjadi kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat; 2) pengabdian sosial dan di...